BAHAN AJAR SD/MI
FIQIH
A. Memahami hakikat puasa
Puasa adalah arti dari kata “shiyam” (bahasa Arab) yang menurut bahasa indonesia artinya menahan diri. Menurut syara’ puasa ialah menahan diri dari makan dan minum, jima’ yang dituntun oleh syara’, dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan niat mengharap pahala dari Allah SWT. Puasa pada bulan Ramadhan diwajibkan oleh Allah bagi semua orang yang beriman yang telah dewasa serta berakal.
Surat Al-Baqarah ayat 183 yang menyatakan kewajiban puasa dilihat secara hiistoris. Ayat itu menggunakan kata “kutiba” artinya telah ditulis. Dengan demikian, telah ditulis tentang kewajiban melaksanakan puasa, yang secara historis, kewajiban tersebut ditetapkan pula pada umat sebelum islam. Kalimat “kama kutiba ‘alal ladzina min qablikum”, menjelaskan keadaan umat pada masa sebelum datangnya islam, yang juga telah melaksanakan puasa. QS. Al-Baqarah menjelaskan:
يآ يها الذين امنواكتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sabagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”
(QS. AL Baqarah: 183)
Pada hakikatnya rukun puasa ada dua, yaitu:
1. Menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, dimulai terbit fajar sampai terbenam matahari, dan berikut adalah beberapa contoh perbuatan yang dapat membatalkan puasa:
a. Makan dan minum sebelum adzan maghrib.
b. Merokok dan mencium harumnya bau makanan dengan sengaja.
c. Muntah dengan disengaja.
d. Melakukan hubungan suami istri sejak dimulainya puasa sampai sebelum maghrib
e. Haid, demikian pula perempuan yang nifas.
2. Niat untuk berpuasa harus dimulai dengan i’tikad yang sungguh-sungguh, terutama setelah melaksanakan shalat tarawih berjamaah.
B. Penentuan Awal Puasa
Ada dua cara yang disepakati oleh jumhur ulama untuk menentukan awal dan akhir puasa. Yakni dengan melihat bulan atau dengan menyempurnakan hitungan bulan sya’ban. Seseorang dilarang memulai puasa ataupun mengakhirinya sebelum ada ru’yah.
Dalam persoalan ini, para ulama besar dunia melakukan kajian secara ilmiyyah syar’iyya. Di antara kesimpulan yang perlu kita ketahui adalah:
1. Imam madzhab empat sepakat, bahwa penetapan awal bulan ramadhan tiada lain adalah melalui salah satu dari dua cara, yaitu ru’yatul hilal atau menyempurnakan bilangan tiga puluh hari bulan sya’ban, jika hilal tidak berhasil di ru’yah di sebabkan terhalang oleh mendung, awan, debu dan sejenisnya.
2. Mereka sepakat, bahwa maksudnya awal bulan syawal juga di tetapkan dengan cara yang sama yakni dengan ru’yatul hilal. Jika hilal syawal tidak berhasil di ru’yah, maka wajib menyempurnakan bulan ramadhan tiga puluh hari.
3. Seluruh kaum muslimin pada dasarnya telah melakukan “tradisi keagamaan” seperti itu, tanpa terkecuali.
4. Baik akhlusunnah waljamaah maupun golongan lainnya, kesemuannya menyapakati ketidakbolehan menggunakan hisab dalam menentukan awal ramadhan awal syawal.
5. Yang dianggap sah dalam penetapan awal bulan ramadhan dan syawal adalah dengan cara melihat hilal, bukan dengan terwujudnya hilal yang terjadi dalam kenyataan yang terkadang dapat diketahui melalui jalan hisab.
C. Puasa Sunnah dan Macam-Macamnya
Puasa sunnah dan wajib pada dasarnya sama dalam hal pelaksanaan, yakni menahan makan, minum dan lain-lain dari fajr sampai terbenam matahari, hal yang membedakan adalah pada niat serta hukum yang mengaturnya. Ada banyak puasa yang disunnahkan, diantaranya puasa senin kamis, puasa 6 hari bulan syawal, puasa arafah, puasa assyura, dan puasa pada bulan-bulan yang dimuliakan. Berikut pembahasannya:
1. Puasa senin kamis
Puasa senin kamis adalah puasa yang dikerjakan pada hari senin dan kamis, puasa ini sering dilakukan oleh nabi Muhammad SAW. ketika beliau masih hidup.
2. Puasa 6 hari bulan syawal
Puasa 6 hari di bulan syawal boleh dilakukan secara beruntun ataupun tidak. Tetapi jika dilakukan secara beruntun setelah hari raya, itu lebih utama. karena dalam hal demikian, berarti seseorang bersegera dalam melakukan ibadah. Seseorang akan mendapatkan pahala puasa tersebut meskipun puasanya dimaksudkan sebagai puasa qadha, nazar atau yang lainnya. Keutamaan menjalankan puasa ini yaitu ketika kita selesai menjalanan puasa ramadhan sebulan kemudian ditambah dengan berpuasa 6 hari maka diganjar pahalanya sama dengan berpuasa selama satu tahun.
3. Puasa arafah
Puasa arafah yaitu puasa pada tanggal 9 dzulhijah bagi orang yang tidak sedang melakukanibadah haji. Adapun orang yang melakukan ibadah haji tidak di sunnahkan pada hari arafah. Namun madzhab hanafi mengatakan bahwa orang yang melakukan ibadah haji boleh berpuasa pada hari arafah dengan catatan puasanya tidak membuatnya lemah. Faedah berpuasa pada hari arafah dipandang oleh Allah sebagai amalan yang menjadi kafarat untuk satu tahun sebelum dan sesudahnya.
4. Puasa tasuah dan assyura
Puasa tasuah dan assyura yaitu puasa yang dilakukan pada tanggal 9 dan10 mukharom puas ini, puasa ini di laksanakan dalam rangka memperingati berbagai peristiwa penting dan bersejarah bagi umat-umat nabi terdahulu seperti dipertemukannya nabi Adam A.S. dan Hawa, di keluarkannya nabi yunus dari perut ikan paus, selamatnya nabi Musa dari kejaran pasukan Firaun dan masih banyak lainnya, semuanya terjadi pada tanggal 10 muharram. Lalu kenapa nabi muhammad memerintahkan dua hari puasa sekaligus yakni tanggal 9 dan 10, hal ini ternyata dimaksudkan untuk membedakan umat muslim dengan umat Yahudi yang berpuasa hanya sehari pada tanggal 10 muharrom.
5. Puasa pada bulan-bulan yang dimuliakan
Ada beberapa bulan yang dimuliakan dalam satu tahun diantaranya zulhijah, dan muharam serta rajab. Bulan- bulan ini merupakan bulan yang utama untuk puasa setelah bulan ramadhan.
D. Manfaat Menjalankan Ibadah Puasa
Banyak manfaat dikala kita menjalankan ibadah puasa baik secara lahiriya maupun bathiniyah, berikut beberapa manfaat menjalankan ibadah puasa dari segi fisik:
1. Puasa mengistirahatkan mesin percernaan.
2. Puasa sebagai zakat tubuh.
3. Puasa meningkatkan daya tahan tubuh.
4. Puasa sebagai terapi kesehatan.
5. Puasa memperbaiki fungsi hormon.
6. Puaasa mencerdaskan fungsi otak.
Di samping memiliki manfaat secara fisik, puasa juga memiliki manfaat secara psikis, diantaranya sebagai berikut:
1. Puasa mengantar sikap hidup taqwa.
2. Puasa mengenang sejarah perjuangan.
3. Puasa mengurangi tekanan jiwa.
4. Puasa memupuk solidaritas sosial.
5. Puasa pengendalian diri dan stabilitas dunia.
6. puasa melatih kesabaran.
7. Puasa menajamkan mata hati dan intuisi.
8. Puasa menjalin keakraban keluarga.
Ali Maksum, Hujjah Ahlusssunah Wal Jamaah ( Yogyakarta: CV Pekalongan, 1983), hlm. 41.